Benchmark media sosial untuk 2025 ini akan membantumu memperkuat strategimu. Lihat bagaimana brand-mu dibandingkan dengan standar industri.

Lanskap media sosial pada 2025 semakin kompetitif. Dengan perubahan algoritma, meningkatnya penonton diam, dan kejenuhan konten, brand tidak bisa lagi bergantung pada strategi lama. Sebagai gantinya, kamu harus mengevaluasi performa berdasarkan data nyata industri untuk memahami ekosistem yang terus berkembang ini.
We analyzed 125 juta postingan media sosial dari 2023 hingga 2024. to understand the future of social media, audience interactions, and how brands can better prepare their strategies for 2025.
This 2025 Social Media Benchmarks Report analyzes engagement rates, impressions, likes, comments, shares, and posting frequency benchmarks across Facebook, Instagram, TikTok, and X (formerly Twitter).
Dengan memahami tren ini, brand dapat mengidentifikasi peluang, mengoptimalkan strategi konten, dan meningkatkan return on investment (ROI) media sosial.
Paruh pertama tahun 2025 menunjukkan perbedaan yang jelas dalam perkembangan eng di TikTok, Instagram, dan Facebook.

Engagement rate is the gold standard for measuring content effectiveness. It reflects how much users interact with posts, whether through likes, comments, shares, or other forms of engagement.
In 2025, TikTok has solidified itself as the king of organic engagement, with an average engagement rate of 2.50%. The platform’s superior engagement values highlight how TikTok’s algorithm continues to prioritize highly engaging content, rewarding posts that drive conversations and shares.
Meanwhile, Instagram’s engagement rate has dropped by 28% year over year, now at 0.50%. Despite more people seeing content, fewer are interacting with it, signaling that Instagram’s algorithm is prioritizing reach over deep engagement.
Facebook and X continue to struggle with low engagement rates, each sitting at 0.15% in 2025. While both platforms saw a slight increase from last year, their engagement remains far lower than TikTok or Instagram, making organic success increasingly difficult.

The numbers make it clear: TikTok is the best platform for organic engagement, while Instagram is becoming more of a reach-focused platform. If engagement is your goal, Instagram alone won’t be enough—you need to integrate TikTok, depending on how the platform evolves.
Instagram performs well with organic reach, even slightly outpacing TikTok. Reels and Stories are major drivers of growth, and engagement remains strong, though not quite at TikTok’s level. While Instagram doesn’t have the same level of creation features TikTok offers, that could change as the platform evolves. Malene Priebe Hold, Social Media Manager @ MCOBeauty
Facebook dan X, meskipun masih berharga untuk audiens tertentu, kini membutuhkan strategi berbayar untuk mendapatkan eng yang bermakna. Performa organik di platform ini sudah bukan lagi strategi yang efektif secara mandiri.
@duolingo y'all think they'll notice me? #StrayKids #스트레이키즈 #duolingo
♬ original sound - <3
Duolingo menunjukkan dominasi eng TikTok dengan strategi konten mereka yang sengaja dibuat kacau. Dengan unggahan harian dan tingkat eng 3,9%—56% lebih tinggi dari tolok ukur TikTok sebesar 2,50%—mereka membuktikan bahwa konten yang konsisten dan autentik membuahkan hasil. Konten maskot mereka yang "liar" menghasilkan jutaan penayangan dan ribuan komentar, membuktikan bahwa brand dapat sering mengunggah sambil tetap menjaga tingkat eng tinggi jika konten terasa tulus dan memicu percakapan, bukan terlalu promosi.
As we look to the future of social media, adaptability will be key for brands. With platforms like TikTok facing potential bans, it's crucial for brands to diversify their content strategies. Embracing multi-platform engagement through YouTube Shorts and Instagram Reels can ensure continuity and reach. The focus should be on creating authentic, engaging content that sparks a response from your target audience across various channels. - Brooke Sellas, Leading Digital & Social Care Consultant

@starbucks variasi stroberi pada minuman favorit musim panas. pesan minuman summer skies tanpa mutiara raspberry dan tambahkan busa dingin stroberi. 🎥: @ariyoderrr
♬ original sound - Starbucks - Starbucks
level up your usual by getting it for here 😏 https://t.co/mrziVX6c3T
— Starbucks (@Starbucks) February 6, 2025
Starbucks menerapkan strategi khusus pada setiap platform: latte art dan foto minuman musiman yang estetik di Instagram, resep minuman berbasis tren dan "coffee hacks" di TikTok (mendapatkan eng tinggi melalui konten buatan pengguna), serta respons layanan pelanggan dan informasi lokasi toko di X. Pendekatan ini menunjukkan bagaimana merek dapat memenuhi berbagai kebutuhan pelanggan—inspirasi, hiburan, dan utilitas—di berbagai platform sambil menjaga identitas merek yang konsisten.
Like adalah metrik eng yang cepat dan mudah, tetapi tetap menunjukkan relevansi konten dan sentimen audiens.
TikTok gets 9x more likes than Instagram, with an average of 3,092 likes per post, while Instagram posts receive 395 likes. Moreover, Like di TikTok meningkat 30% YoY..
Perbedaan besar ini menunjukkan bahwa pengguna TikTok lebih cenderung melakukan eng secara pasif. Penurunan eng Instagram mengindikasikan pergeseran perilaku pengguna ke Stories dan DM daripada likes tradisional.
We're moving more into the era of the silent viewers, the doom scrollers and attention will be even harder to have than before.We'll see more movement towards dark social as generations value their privacy more and more. But in the DMs and the closed groups, sharing of content will thrive. Making content that talks to real people, about real problems they face will be even more important than ever before. Beth Thomas, Director of Social @ Frankly
Meanwhile, Facebook remains stagnant at 155 likes per post, reinforcing the idea that its users engage differently, favoring long-form discussion over quick interactions.
X (Twitter) tetap yang terlemah di kategori ini, dengan rata-rata 40 suka per postingan—menandakan platform ini lebih fokus pada percakapan real-time daripada eng yang tradisional.

Penurunan jumlah like tidak selalu berarti konten gagal—bisa saja pengguna berinteraksi dengan cara lain, seperti menyimpan atau mengirim DM.
Untuk TikTok, like tetap menjadi metrik utama, tetapi komentar dan share tumbuh lebih cepat, sehingga kamu harus fokus mendorong interaksi yang lebih dalam, bukan hanya mengejar metrik semu.
Penurunan Instagram menunjukkan bahwa pengguna lebih menyukai eng yang sementara, artinya Stories dengan konten interaktif, dan DM mungkin menjadi fokus baru.
Instagram is all about DMs these days and they represent a personal relationship which means people who you connect with in DMs (conversation back and forth) will see your content higher in their feed. So use CTAs on posts and Stories that encourage people to send you a DM - whether for a link, more information, to share a personal experience. - Jenn Herman, Instagram Expert
TikTok's absolutely crushing it and we're seeing way better engagement and lower CPMs than Instagram for our clients. Yes, there's a lot of noise in the ether about platforms like X and Meta, and whether TikTok's gonna' stay or go. Some of the content moderation changes are very scary, and politics is driving a lot of this chat. But here's the thing: it's not about chasing platforms. If your audience is somewhere, that's where you need to be, creating content that actually makes sense for that space. - Kineta Kelsall, Founder & Director of School of Social
Komentar adalah salah satu indikator terkuat dari eng yang mendalam karena memerlukan lebih banyak usaha daripada sekadar menyukai postingan. Tingkat komentar yang tinggi menunjukkan bahwa konten memicu percakapan, debat, atau koneksi emosional—semuanya menandakan audiens yang sangat terlibat.
Pada tahun 2025, TikTok memimpin aktivitas komentar di semua platform sosial. Rata-rata postingan TikTok menerima 66 komentar, meningkat 73% dari tahun sebelumnya. Lonjakan ini menunjukkan bahwa pengguna TikTok tidak hanya pasif mengonsumsi konten—mereka juga aktif terlibat dalam diskusi.
Instagram, meskipun masih kuat, tertinggal dengan rata-rata 24 komentar per postingan. Ini meningkat 33% dari tahun lalu, menandakan bahwa brand mulai menemukan cara lebih baik untuk mendorong percakapan, tetapi platform ini masih belum seinteraktif TikTok.
Stay flexible as new platforms and features are sure to keep popping up. The winners will be those who show their human side while being tech-savvy, finding that sweet spot between being genuine and innovative. Remember, it's about creating connections, not likes, that matter. Roll with the changes and keep it real! - Dorien Morin, Social Media Strategist @ More in Media
Facebook has seen a decline in comment activity, dropping from 20 comments per post last year to 17 in 2024. This indicates a shift in user behavior toward private interactions—Facebook users are still active, but they’re engaging more in closed communities (like groups) rather than on public posts.
X (sebelumnya Twitter) tetap yang terlemah di area ini, dengan rata-rata hampir tidak ada komentar per postingan. Sifat platform yang serba cepat membuat sebagian besar Eng terjadi lewat retweet dan quote tweet, bukan balasan langsung.

Tingginya tingkat komentar di TikTok membuktikan bahwa platform ini mendorong percakapan yang autentik. Budaya interaktif, tren berbasis komentar, dan respons kreator membuatnya menjadi platform media sosial paling komunikatif di tahun 2025.
Instagram semakin baik namun tetap lebih pasif. Meskipun tingkat komentar meningkat, platform ini masih memprioritaskan DM dan diskusi pribadi.
Penurunan komentar di Facebook menandakan pergeseran menuju diskusi pribadi. Pengguna lebih banyak berinteraksi di grup dan pesan pribadi dibandingkan meninggalkan komentar publik.
X tetap menjadi tantangan eng dalam merek. Komentar jarang karena pengguna lebih memilih interaksi cepat seperti retweet dan reaksi daripada diskusi panjang.
How are you keeping your audience engaged beyond short-form video? Email, communities, and even direct-to-consumer content strategies will set brands up for long-term success. Platforms change, but strong audience connections will always be the real currency. - Stephanie Carls, In-House Content Creator & Retail Insights Expert @ RetailMeNot
Shares are the strongest indicator of brand awareness because they show that users aren’t just engaging with a post—they’re actively endorsing and distributing it to their own networks. Unlike likes or comments, which reflect personal interaction, shares extend a post’s reach far beyond its original audience.
Shares on TikTok have doubled year over year, reinforcing the platform’s viral nature. The combination of algorithm-driven discovery and a culture of remixing and trends makes TikTok content highly shareable. The average number of shares per post on TikTok is around 170.
On Instagram, shares remain relatively stable at 41 shares per post on average. While Instagram still allows content to spread, it lacks the same virality mechanics as TikTok—meaning that most shared posts come from Reels, carousels, and informative content.
As search on social continues to grow, we’ll see even more value put on the insights we can gather to generate content which gives our community a reason to engage. - Kymberley Thomson, Senior Global Social Media & Community Manager at Primark
Facebook mengalami penurunan jumlah share, dari 15 share per postingan pada 2023 menjadi 13 pada 2024. Ini menunjukkan bahwa algoritma Facebook tidak lagi memprioritaskan tingkat share seperti sebelumnya, dan pengguna semakin jarang membagikan konten di linimasa pribadi mereka. Sebaliknya, sebagian besar share sekarang terjadi di Facebook Groups, bukan pada postingan publik.
X (sebelumnya Twitter) masih mengalami kesulitan dalam hal shareability yang rendah, karena sebagian besar eng terjadi melalui balasan dan kutipan tweet, bukan pembagian langsung. Sifat platform yang serba cepat membuatnya kurang cocok untuk distribusi konten jangka panjang.

TikTok’s shareability means it’s still the best platform for viral reach. Content that performs well doesn’t just get likes—it gets massively distributed to new audiences, fueling more organic growth.
Instagram’s share rate suggests that content still spreads, but less organically. The platform favors engagement within existing networks, meaning brands must incentivize sharing through calls to action.
Penurunan jumlah berbagi di Facebook menunjukkan bahwa pengguna beralih ke komunitas privat. Alih-alih membagikan postingan secara publik, pengguna membagikan tautan dan mendiskusikan konten di Grup Facebook dan DM.
X kesulitan dengan fitur berbagi tradisional, tetapi percakapan mendorong distribusi. Alih-alih fokus pada berbagi postingan, kamu sebaiknya memanfaatkan diskusi yang sedang tren dan quote tweet untuk meningkatkan visibilitas.
Change is part of social media, but the potential TikTok ban in the U.S. is next level. TikTok has been a game-changer for brands, creators, and advertising, and if it’s gone, brands need to pivot quickly. - Dayna Sara, Social Media Manager @ Dublin Airport
Brands need to stop chasing virality and think of episodic, binge-worthy posts that build anticipation and keep audiences coming back. Combine that with storytelling, value-driven carousels, and creators who actually connect. - Madison Schidlowski, Freelance SaaS & Lifestyle Marketer
Impressions measure how often a post appears on users’ screens, whether they engage with it or not. High impressions indicate that content is being surfaced by the platform's algorithm, but impressions alone don’t guarantee engagement. A post with millions of impressions but little interaction means users are seeing it—but not finding it compelling enough to engage with.
Pada tahun 2024, Instagram mengalami peningkatan impressions sebesar 13% dari tahun ke tahun, dengan rata-rata 2.635 impressions per postingan. Ini menunjukkan bahwa algoritma Instagram memprioritaskan distribusi konten, sehingga postingan lebih terlihat. Namun, ini tidak serta-merta meningkatkan Eng—tingkat Eng Instagram menurun, artinya pengguna melihat lebih banyak konten namun berinteraksi lebih sedikit.
Impresi TikTok, di sisi lain, tetap cukup stabil dengan rata-rata 6.268 per pos, menyoroti potensi besar platform ini untuk meningkatkan kesadaran merek secara luas.
Namun, Facebook mengalami penurunan impresi sebesar 35% dibandingkan tahun lalu, turun dari 1.723 impresi per pos menjadi 1.116. Hal ini memperkuat tren bahwa jangkauan organik Facebook semakin menurun dan merek harus lebih mengandalkan iklan berbayar untuk menjaga visibilitas.
X (sebelumnya Twitter) telah mengalami peningkatan impresi yang signifikan, tiga kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya, kini rata-rata 1.425 per postingan. Terutama dicari untuk konten terkini seperti berita dan pembaruan, peningkatan ini dapat dipahami dalam konteks sosial saat ini, di mana perubahan akan segera terjadi di dunia media sosial.

Instagram's increased impressions yet decreased engagement indicate users scroll past content without interacting. This implies brands must refine their content strategy to align with all funnel stages.
Impresi TikTok yang stabil dan eng yang konsisten membuktikan bahwa algoritmanya memprioritaskan interaksi daripada jangkauan pasif. Artinya, eng berkualitas lebih dihargai daripada hanya membuat postingan terlihat.
Penurunan impresi Facebook membuktikan bahwa visibilitas organik semakin berkurang. Brand tidak bisa lagi mengandalkan jangkauan gratis dan harus menggunakan iklan serta postingan yang dipromosikan agar tetap terlihat.
Pertumbuhan impresi X adalah hasil dari masa transisi platform.
The future of social media is all about adaptability. TikTok’s potential ban in the U.S. is a wake-up call for brands to prioritize diversification. YouTube Shorts and Instagram Reels are strong alternatives, but the real win is going multi-channel. - Fatima Khan, LinkedIn Coach

Patagonia menunjukkan kekuatan kualitas dibanding kuantitas di semua platform. Mereka memposting lebih jarang dari rata-rata (3-4 kali per minggu di Instagram dibanding tolok ukur 5 postingan), tetapi menghasilkan tingkat eng yang lebih tinggi dengan fokus pada konten bermakna dan berbasis nilai. Pesan lingkungan dan storytelling yang autentik membuktikan bahwa posting strategis dan berorientasi tujuan lebih unggul daripada konten generik dengan volume tinggi.
Frekuensi posting adalah faktor penting dalam keberhasilan media sosial, tetapi lebih banyak tidak selalu lebih baik. Terlalu sering memposting dapat menyebabkan kelelahan konten, Eng per postingan menurun, dan audiens menjadi tidak tertarik.
Merek sedang memposting di media sosial:
Menariknya, brand memposting lebih jarang di TikTok dibandingkan platform lain, namun mendapatkan tingkat eng yang tertinggi. Ini memperkuat gagasan bahwa TikTok mengutamakan kualitas daripada kuantitas.
Instagram’s five posts per week reflect a balance—posting too often can lead to declining engagement, as Instagram’s algorithm limits the reach of multiple posts from the same account in a short time.
Frekuensi posting Facebook yang lebih tinggi (7 postingan per minggu) menunjukkan bahwa kamu harus tetap sangat aktif agar tetap terlihat. Namun, eng per postingan tetap rendah, sehingga kamu harus bereksperimen dengan berbagai jenis konten untuk mempertahankan minat pengguna.
X (Twitter) tetap menuntut frekuensi posting yang tinggi (10+ posting per minggu) karena sifatnya yang cepat dan real-time. Berbeda dengan platform lain, tweet memiliki umur pendek, jadi sering posting diperlukan agar tetap relevan.

In the world of organic social I’d tell brands to focus on co-creation because your brand’s no longer your own. It’s shaped and created by you + community + creators. Plus, we all need to get comfy with being a little unhinged. Looking to brands who are winning on social right now, from Marc Jacobs to RSPB, they’re doing it through delulu, absurd, chaotic content. - Laura Shephard, Snr Social Planner @ Heinz UK
Lanjutkan membaca:
Dalam laporan benchmarking media sosial ini, kami menyediakan sampel representatif dari merek internasional yang aktif di TikTok, Instagram, Facebook, dan Twitter, antara Januari 2023 - Desember 2024. Temuan studi ini didasarkan pada analisis 125M postingan media sosial.
Kami mendefinisikan tingkat eng media sosial sebagai interaksi yang dapat diukur pada postingan Facebook, Instagram, Twitter, dan TikTok, termasuk komentar, reaksi, dan berbagi, sesuai dengan karakteristik setiap platform.
Facebook eng rate per post (berdasarkan pengikut): Facebook eng rate per post dihitung sebagai jumlah reaksi, komentar, dan bagikan pada postingan dibagi dengan total jumlah penggemar halaman tersebut. Hasilnya kemudian dikalikan 100.
Instagram engagement rate per post (berdasarkan pengikut): Instagram engagement rate per post dihitung sebagai jumlah like dan komentar pada postingan dibagi dengan total jumlah pengikut halaman tersebut. Hasilnya kemudian dikalikan dengan 100.
Twitter engagement rate per post (berdasarkan pengikut): Twitter engagement rate per post dihitung sebagai jumlah suka dan Retweet yang diterima pada Tweet dibagi dengan total jumlah pengikut halaman tersebut. Hasilnya kemudian dikalikan dengan 100.
Tingkat eng TikTok per postingan (berdasarkan pengikut): Tingkat eng TikTok dihitung sebagai jumlah like, komentar, share, dan save pada postingan dibagi dengan total pengikut halaman tersebut. Hasilnya kemudian dikalikan 100.
Rata-rata suka per postingan: menunjukkan berapa banyak suka yang diterima tiap postingan secara rata-rata.
Rata-rata komentar per postingan: menunjukkan berapa banyak komentar yang diterima setiap postingan secara rata-rata.
Rata-rata berbagi per pos: menunjukkan berapa banyak berbagi yang diterima oleh satu pos secara rata-rata.
Rata-rata impresi per postingan: menunjukkan berapa banyak impresi yang diterima setiap postingan secara rata-rata.
Lacak & analisis pesaingmu dan dapatkan metrik media sosial utama serta lainnya!
Dapatkan wawasan strategis, analisis performa sosial di semua saluran, bandingkan metrik dari periode berbeda, dan unduh laporan dalam hitungan detik.